Penjelasan Kades Randusari Terkait Persoalan Hutang

Nature

Penjelasan Kades Randusari Terkait Persoalan Hutang

Kamis, 04 September 2025, September 04, 2025
Penjelasan Kades Randusari Terkait Persoalan Hutang


BOYOLALI-faktaliputan.com
Kepala Desa Randusari, Satu Budiyono, menjadi sorotan setelah muncul kabar utang piutang yang menimpanya. Persoalan berawal dari proyek pembangunan gedung serbaguna yang sempat terhenti saat pergantian kepemimpinan desa. Masyarakat mempertanyakan penggunaan dana desa dan kelanjutan proyek yang sempat mangkrak selama beberapa tahun (03/09/2025).

Pembangunan gedung serbaguna sebenarnya telah dirancang sejak kepala desa periode sebelumnya. Gedung ini diharapkan menjadi pusat berbagai aktivitas masyarakat, mulai dari rapat desa hingga pementasan kebudayaan lokal. Rencana itu sempat berjalan mulus pada awalnya, namun tersendat begitu jabatan berganti dan alokasi APBDes tidak memadai untuk 
menyelesaikan tahap akhir.

Ketika Satu Budiyono resmi menjabat pada 2013, ia menegaskan penyelesaian bangunan non-APBDes ini sebagai prioritas utamanya. Ia bergerak cepat dengan merangkul pemilik pabrik di sekitar desa, mengajukan proposal sponsor, Tujuan utamanya adalah memastikan fasilitas komunitas itu berfungsi dan menaikkan kapasitas pelayanan desa.

Berbagai upaya penggalangan dana memang berhasil menambah kas desa, tetapi jumlahnya masih kurang untuk menutupi seluruh biaya konstruksi. Lahan kas desa hasil tukar guling tahun 1980 menjadi opsi utama. Tanah tersebut belum resmi tercatat sebagai aset pemerintah desa, sehingga secara hukum masih atas nama perorangan. Keadaan inilah yang kemudian memunculkan ide untuk pengalihan hak guna sebagai salah satu cara guna bisa mendapat suntikan dana untuk pembangunan gedung.

Demi menyelesaikan proyek, Satu Budiyono memindahkan kepemilikan tanah ke namanya pribadi agar bisa dijadikan jaminan pinjaman di sebuah bank daerah. Langkah tersebut menurut beberapa perangkat desa dianggap sebagai cara paling cepat dan praktis, meski memiliki risiko yang tidak bisa diabaikan. Mereka meyakini proses tersebut bersifat sementara dan akan segera dikembalikan setelah hutang lunas.

Pada tahap awal, pembayaran cicilan berjalan sesuai rencana. Proyek bangunan sempat dilanjutkan hingga pondasi dan struktur utama berdiri tegak. Kondisi optimisme warga kian menguat karena gedung nampak akan selesai dalam beberapa bulan. Keberhasilan ini turut meningkatkan kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan Satu Budiyono.

Semua itu berubah ketika pandemi Covid-19 melanda pada 2020. Aktivitas ekonomi terhenti, termasuk usaha pribadi Kades. Penghasilan menurun drastis dan alokasi APBDes juga terpaksa diprioritaskan untuk bantuan sosial. Dampak langsungnya, cicilan kredit menunggak dan bunga bertambah, hingga piutang semakin membengkak.

Bank daerah kemudian mengeluarkan surat peringatan wanprestasi setelah beberapa kali jadwal pembayaran terlewat. Rencana lelang atas tanah agunan dikirimkan ke Desa Randusari, memicu kekhawatiran semua pihak. Jika tanah kas desa benar-benar dilelang, generasi mendatang akan kehilangan salah satu aset terpenting, padahal tanah itu sejatinya untuk kemaslahatan bersama.

Menanggapi kondisi tersebut, Satu Budiyono menggelar pertemuan terbuka dengan warga. Ia mengakui langkah pengalihan hak guna tanah cukup beresiko, namun dilatarbelakangi tekad menyelesaikan gedung serbaguna. Ia menegaskan tidak ada niat buruk, dan berjanji akan menanggung semua konsekuensi hingga tidak ada aset desa yang hilang.

Lebih jauh, Kades menyatakan kesediaannya melepas sejumlah aset pribadinya, untuk dijual dan melunasi hutang. Proses lelang aset pribadi itu ingin ia buktikan sebagai bentuk tanggung jawab penuh. Hasil penjualan langsung akan dipakai menutup sisa kredit, tanpa potongan lain.

Warga menyambut positif usulan ini, asalkan seluruh tahapan dilakukan transparan. Mereka meminta mekanisme lelang aset dijelaskan rinci, dan hasilnya dipublikasi secara terbuka. Hal ini dianggap kunci agar kepercayaan masyarakat bisa pulih, sekaligus memberi ruang bagi aparat pengawas desa untuk melakukan kontrol.

Anto, salah satu tokoh masyarakat, menegaskan bahwa sebenarnya masalah muncul bukan karena niat buruk kepala desa, melainkan situasi darurat di tengah keterbatasan anggaran. “Yang penting sekarang kita jaga keterbukaan, dukung langkah kepala desa, agar aset desa tetap terjaga dan proyek gedung segera selesai,” ujarnya.

Kasus Randusari menjadi cermin bagi banyak desa lain, pengelolaan aset bersama harus bersandar pada prinsip akuntabilitas dan transparansi. Setiap keputusan yang melibatkan jaminan atau agunan menuntut kajian hukum matang, melibatkan lembaga pengawas, serta seyogyanya membangun kesepakatan kolektif sebelum dieksekusi.

Ke depan, penyelesaian persoalan ini membutuhkan sinergi antara pemerintah kabupaten, dinas terkait, dan masyarakat. Bantuan teknis pengalihan aset, fasilitasi restrukturisasi utang, serta pemantauan ketat bisa menjadi solusi. Dengan itikad baik, kendali warga, dan tata kelola yang jelas, Desa Randusari diharapkan bisa keluar dari krisis tanpa kehilangan tanah kas desa, serta menikmati gedung serbaguna sebagai warisan untuk generasi mendatang.

( Pitut Saputra )

TerPopuler