Pengabdian Mahasiswa KKN UNNES: Membangun Semangat Menari di Joglo Latar Tjokro

Nature

Pengabdian Mahasiswa KKN UNNES: Membangun Semangat Menari di Joglo Latar Tjokro

Selasa, 29 Juli 2025, Juli 29, 2025
Pengabdian Mahasiswa KKN UNNES: Membangun Semangat Menari di Joglo Latar Tjokro

KLATEN-faktaliputan.com
Matahari senja membayang di Joglo Latar Tjokro saat Mita dan Iib menggelar pelatihan menari di Joglo Latar Tjokro. Sebuah kelompok kecil dengan kurang lebih 15 anak Desa Cokro yang terbagi dalam beberapa kelompok menanti dengan antusias, mata mereka berbinar ingin bergerak. Program KKN PPM 12 UNNES Semarang ini bukan sekadar kegiatan akademik, ia menyulam kisah kreativitas dan kebersamaan. Angin merdu menyapa derap kaki mungil saat awal latihan dimulai. Ruang joglo menjadi saksi antara pelajar dan guru berbagi semangat menari.

Sebagai mahasiswi dari Jurusan Seni Tari UNNES, Mita dan Iib memiliki keahlian gerak klasik dan kontemporer, serta tari kreasi, mereka piawai meracik kreasi baru yang memikat. Keduanya sepakat memilih tari kreasi sebagai medium ekspresi anak-anak, dimana ini merupakan pengaplikasian ilmu keseimbangan antara disiplin teknik dan kebebasan berimajinasi. Di bangku kuliah, mereka sering berdiskusi tentang pentingnya kesenian sebagai media pemberdayaan. Kini, di Desa Cokro, teori bertemu praktik, menyatukan tujuan edukasi dan rekreasi. Pelan tapi pasti, keahlian akademik mulai dituangkan dalam detil setiap gerak.

Tantangan muncul kala beberapa anak langsung menyerap langkah tarian, sementara yang lain butuh penjelasan lebih rinci. Mita memaparkan, ada yang menangkap irama dengan cepat, tetapi kesulitan saat mentransfer ke gerakan tubuh. Iib mengamati tiap kesulitan dengan teliti, mencatat bagian mana yang harus dipecah ulang. Mita pun menyiapkan modul latihan tambahan berupa video singkat dan latihan echo dan segera mengajak peserta untuk meneriakkan aba-aba sebelum bergerak. Kebutuhan ekstra ini memicu kreativitas kedua relawan, menjadi ladang inovasi metode pengajaran tari.

Di balik tantangan itu, antusiasme anak-anak tak pernah memudar. Mereka berebut bergiliran memimpin pemanasan, menirukan contoh Mita dan Iib. Joglo Latar Tjokro berubah menjadi ruang kreatif penuh tawa, sorak sorai, dan tepuk tangan. Atmosfer kebersamaan terjalin erat saat setiap keberhasilan kecil dirayakan bersama. Tidak jarang, tepuk tangan bergema saat adegan improvisasi muncul, walau kadang berantakan.

Jadwal latihan ditetapkan tiga kali seminggu, tepatnya pada Senin, Rabu, dan Jumat sore. Waktu itu dipilih setelah anak-anak pulang sekolah agar tubuh mereka tetap segar. Durasi sesi berkisar satu setengah jam, dimulai dengan pemanasan ringan, rangkaian gerak dasar, hingga kreasi final. Rutinitas ini menerapkan disiplin sederhana sekaligus memupuk rasa tanggung jawab. Kedisiplinan ternyata semakin menyemangati anak-anak, siapa cepat datang dapat jatah gerak terbanyak dalam antrian latihan.

Metode pengajaran yang diterapkan Mita dan Iib beragam. Latihan dimulai dengan teknik dasar, posisi tangan, pandangan mata, dan langkah kaki, lalu dilanjutkan improvisasi bebas. Mereka kerap mengintegrasikan unsur cerita lokal, seperti legenda Sungai Tjokro, ke dalam gerakan kreasi. Hal ini membuat anak-anak merasa lebih dekat dengan budaya desa mereka sendiri. Setiap refleksi akhir latihan selalu diisi sharing experience, di mana anak bisa menyuarakan hambatan dan harapan mereka.

Untuk mengatasi perbedaan kemampuan, Iib menerapkan sistem buddy learning, yakni menggabungkan anak yang cepat dengan yang butuh pendampingan ekstra. Sedangkan Mita rajin memberikan latihan mandiri melalui video tutorial yang bisa diputar di handphone sederhana. Simulasi berpasangan juga menjadi favorit, sebab memupuk empati dan saling menguatkan. Ketika satu anak berhasil membantu temannya menyelesaikan gerakan baru, mereka sama-sama mendapat apresiasi. Cara ini perlahan menumbuhkan ikatan persaudaraan di antara mereka.

Menjelang Agustus, persiapan pentas pun mengemuka. Rencananya, grup tari kreasi akan tampil membawakan tari Cokro pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 sekaligus nanti pada agenda penutupan KKN PPM 12 UNNES. Beberapa anak terpilih untuk formasi inti, sisanya berperan sebagai flashmob dan pengiring musik tradisional. Mita dan Iib menyusun susunan lokasi penari, transisi, dan tata busana tradisional khas Desa Cokro. Setiap elemen dipilih agar menonjolkan kearifan lokal sekaligus memberi ruang gerak yang aman bagi penari pemula.

Menjelang sesi gladi resik pelatihan semakin intensif dalam dua minggu terakhir. Rencananya latihan tambahan digelar setiap hari menjelang sore, menyesuaikan jadwal pendidikan sekolah anak-anak. Suasana Joglo Latar Tjokro berubah menjadi hiruk-pikuk kreatif, lengkap dengan ornamen pentas dan lampu sorot seadanya. Malam hari pun mereka meninjau rekaman video latihan sendiri, mencari momen yang perlu diperbaiki. Inilah fase krusial, ketegangan dan kegembiraan bercampur, anak-anak belajar mengelola grogi sebelum pentas besar.

Saat hari H tiba nantinya. Panggung Joglo Latar Tjokro sedianya akan diramaikan lebih dari 200 warga desa, perangkat desa, dan keluarga penari. Gambaran lampu sorot temaram, alunan gamelan, dan semilir angin sore menciptakan suasana magis. Bayangan ketika musik dimulai, beberapa penari kecil berbaris dengan rapi, menampilkan gerak konsisten sekaligus luwes. Gerak tari kreasi mengalir dinamis, memadukan langkah ritmis dan pose dramatis. Mimpi tersebut terus membayang di angan anak anak peserta menari. Tepuk tangan dan sorak gembira membahana saat penutup latihan, menandai keberhasilan luar biasa bagi anak-anak dan dua relawan KKN.

Setelah latihan tari untuk pementasan, mata Mita dan Iib berkaca-kaca melihat transformasi anak-anak, dari yang semula canggung menjadi percaya diri. Anak-anak mengaku bangga dirinya nanti bisa menunjukkan kreativitas dan kearifan budaya lokal desa di depan banyak orang. Dampak program ini terlihat jelas, mereka semakin aktif percaya diri dalam mengekspresikan diri dan menghargai tradisi. Bagi Mita dan Iib, keberhasilan ini bukan sekadar soal teknik tari, melainkan perjalanan pemberdayaan dan penguatan karakter.

Pengabdian mahasiswa KKN UNNES di Joglo Latar Tjokro menorehkan kisah panjang tentang kesabaran, kreativitas, dan kolaborasi. Nilai-nilai budaya lokal diwariskan melalui rangkaian gerak, ikatan antar warga semakin kokoh, dan anak-anak desa menemukan panggung untuk bersuara. Jejak tapak kaki mungil di atas lantai joglo akan terus dikenang sebagai simbol semangat gotong royong. KKN PPM 12 UNNES ini bukan akhir, melainkan awal-awal bagi Desa Cokro menapaki jalan kemandirian budaya dan seni.

( Pitut Saputra )

TerPopuler