Opini Kartu Pers dan KTA: Menyeleksi Langkah Menuju Profesionalisme Wartawan

Nature

Opini Kartu Pers dan KTA: Menyeleksi Langkah Menuju Profesionalisme Wartawan

Senin, 27 November 2023, November 27, 2023
 
Faktaliputan.com
Pemberian Kartu Pers atau Kartu Tanda Anggota (KTA) kepada mereka yang belum menjalani pendidikan formal wartawan mendapat sorotan tajam. Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., Direktur Utama Pekanbaru Journalist Center (PJC), memberikan peringatan serius kepada pemimpin redaksi media untuk lebih hati-hati dalam mengeluarkan kartu tersebut. Ia menilai bahwa kemudahan dalam memperoleh KTA menjadi salah satu pemicu aktivitas wartawan "abal-abal" yang menghiasi dunia jurnalistik di tanah air.

Wahyudi menekankan bahwa memberikan KTA kepada individu yang belum menjalani pendidikan wartawan adalah tindakan berbahaya. Baginya, seorang yang tidak memahami kode etik jurnalistik tidak dapat menjalankan profesi wartawan secara profesional. Ia merinci bahwa profesionalisme merupakan syarat dasar dalam menjalankan profesi wartawan, sesuai dengan amanah Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik Indonesia.

Maraknya aktivitas wartawan kontra-profesional ini, menurut Wahyudi, menjadi potensi besar terjadinya konflik di masyarakat. Publik yang berharap pada peran pers sebagai sumber informasi kebenaran justru dikecewakan dengan aktivitas wartawan abal-abal. Wahyudi menyatakan bahwa wartawan seharusnya memburu informasi dengan senjata yang mereka miliki, yaitu keahlian dalam jurnalistik. Namun, jika mereka tidak paham cara menggunakan "senjata"-nya, bisa jadi mereka "menembak" narasumbernya.

Konsekuensi dari penyimpangan tersebut, menurut Wahyudi, akan merugikan publik secara keseluruhan. Segala upaya untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme wartawan dianggapnya akan sia-sia jika arus wartawan abal-abal tidak segera dibendung. Data menunjukkan bahwa jumlah wartawan di Indonesia sudah mencapai angka 140 ribu, dengan pertambahan ribuan setiap tahunnya.

Meskipun program Uji Kompetensi Wartawan (UKW) diterapkan, Wahyudi pesimistis jika arus wartawan "karbitan" tidak diantisipasi. UKW dianggapnya hanya bersifat menguji, bukan melatih, dan jumlah yang lulus UKW tidak sebanding dengan pertambahan wartawan baru.

Wahyudi menawarkan dua alternatif sebagai solusi. Pertama, pemimpin redaksi perlu mempertimbangkan dengan cermat sebelum menerbitkan kartu pers atau KTA. Calon wartawan seharusnya dapat menunjukkan sertifikat pelatihan jurnalistik atau mengikuti uji menulis berita sebelum mendapatkan KTA. Kedua, mereka yang sudah memegang kartu pers seharusnya segera mengikuti pelatihan jurnalistik untuk memahami ilmu jurnalistik setidaknya pada tingkat dasar.

Wahyudi berharap bahwa dengan langkah-langkah ini, dapat diciptakan filter yang lebih ketat dalam menyeleksi dan mengembangkan wartawan yang profesional. Program UKW diakui sebagai langkah positif, namun Wahyudi percaya bahwa upaya untuk mengantisipasi arus wartawan "karbitan" perlu segera diimplementasikan untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap media. (*)
(Penulis :Dwi Frasetio Sumber : KBO Babel)

TerPopuler